Analisa Patah Hati
After 345...
Analisa Patah Hati
26 November 2021-6 November 2022
Hai…
aku sudah selesai menganalisis mengapa aku begitu mencintaimu setelah semua
yang terjadi. Haha… mungkin bagimu lucu, untuk apa sekedar patah hati perlu
ditelaah, bukankah harusnya ia sekedar diobati saja? Tapi, kurasa bagus
mengetahui akar permasalahan sebelum mulai memperbaikinya. Itu mencegah
kerusakan yang sama untuk kedua kali.
Kamu
tentu tahu betapa sukanya aku dengan sastra. Khayalan manusia yang begitu manis itu selalu tampak menghibur,
sekaligus memberi harapan. Dalam banyak tulisan yang kubaca, aku bertemu sosok
wanita tak berdaya yang disengsarakan dunia, dilucuti habis-habisan
kewarasannya, lalu saat titik dimana dia nyaris hancur, sesosok laki-laki dihadirkan
untuk menyelamatkannya. Layaknya pangeran berkuda putih, laki-laki itu datang
dengan sekarung penuh harapan, membantu sang wanita mendaki terjalnya
kehidupan, bersama-sama. Barangkali, aku tersugesti dengan apa yang kubaca.
Cerita-cerita dimana wanita membutuhkan
laki-laki untuk menyelamatkannya. Ironis ya? Padahal kamu pasti ingat betapa
aku benci konsep patriarkisme, ternyata aku malah jadi salah satu budaknya.
Selama
ini setiap seseorang bertanya mengapa aku tetap mencintaimu setelah semua yang
terjadi, aku selalu menjawab bahwa kamu menyelamatkanku dari banyak hal. Aku seolah
lupa bahwa kamu bukan pahlawan, dan yang kamu lakukan bukan penyelamatan.
Kamu hanya sedang menangkap anak kucing kelaparan dari tengah jalan, yang lalu
kamu kurung dalam rumah dengan setumpuk makanan. Kamu membangun asumsi ‘kalau
dia kenyang, maka dia
bahagia.’ Itu terdengar heroik di awal, jika kita
mengabaikan fakta bahwa si kucing mungkin butuh melihat dunia luar, butuh berlarian di rumput yang lebih luas, butuh bermain dengan kucing lain, barangkali
ia butuh untuk kawin juga. Sampai sini, kamu pasti sudah mengkritik banyaknya metafora yang kugunakan.
Mengatakan aku tak berusaha memahamimu yang bukan sastrawan. Tapi tolong simpan itu dulu, hingga
sampai pada akhir analisaku.
Kita setidaknya pernah saling
mencintai, 1, 2, atau entah kapan tahun yang lalu. Aku yakin sekali akan itu.
Tapi seperti yang sering kukatakan, cinta adalah emosi manusia yang sifatnya
fana, ia bisa datang dalam sekejap, dan pergi waktu itu juga. Pada satu titik,
akhirnya yang kita sebut cinta menghilang. Biar kujelaskan dulu sebelum kamu sebut ini omong kosong. Saat
kamu mulai membebankan aku dengan satu dua hal yang kamu harap mampu aku capai, dan saat aku
mulai bisa menjelaskan mengapa aku mencintaimu, cinta itu sudah hilang.
Penjelasan itu adalah alasan agar aku bisa terus mencintaimu, mungkin
tuntutanmu juga hanya alasan agar kamu bisa terus mencintaiku. Kita terus
memaksakan diri meski sama-sama menyadari bahwa nilai-nilai kehidupan,
persepsi, dan eksistensi kita sudah tidak lagi dalam satu jalur yang sama. Kamu
tetap valueable, tapi bukan dalam arah yang ingin kuraih lagi.
Sampai disini, kuharap kamu
memahami. Bahkan tanpa peristiwa kemarin, yang kamu sebut sebagai alasan kita
berpisah, pada akhirnya kita akan berpisah juga. Hidup ini bukan khayalan
manusia, aku tidak mungkin terus menjadikanmu penyelamat atas setiap hal buruk
yang menimpaku. Sama seperti kamu yang tak mungkin terus menjadikanku tempat
pulang atas segala hari burukmu. Sampai
kita bisa menjadi pahlawan untuk diri kita masing-masing, sampai kita bisa
menjadi rumah yang nyaman untuk diri kita masing-masing, maka ada baiknya
begini. Lagipula, apa yang mampu kamu berikan jika kita kembali bersama?
Sekedar janji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama agaknya tidak cukup.
Aku tentu butuh lebih dari sekedar janji yang masih mungkin diingkari.
Ini akhir dari analisisku. Aku telah
berdamai dengan perasaan patah hati atas jatuh cintaku, bukan jatuh cinta
padamu, tapi pada harapanku tentangmu. Aku juga telah berdamai dengan kebodohanku yang menjadikan kamu pusat duniaku. Sekarang, aku akan jadi pahlawan untuk
diriku sendiri. Dunia masih menyeramkan seperti yang terakhir kukatakan, namun
kali ini, alih-alih berlindung padamu, aku akan berusaha menghadapinya saja.
Komentar
Posting Komentar